Sabtu, 17 Desember 2011

Manusia & Keadilan

Pengertian Keadilan





Al-Qur'an menggunakan pengertian yang berbeda-beda  bagi  kata atau istilah yang bersangkut-paut dengan keadilan. Bahkan kata yang digunakan untuk menampilkan sisi  atau  wawasan  keadilan juga  tidak  selalu  berasal  dari  akar kata 'adl. Kata-kata sinonim seperti qisth,  hukm  dan  sebagainya  digunakan  oleh al-Qur'an dalam pengertian keadilan. Sedangkan kata 'adl dalam berbagai bentuk konjugatifnya bisa saja  kehilangan  kaitannya yang  langsung  dengan  sisi keadilan itu (ta'dilu, dalam arti mempersekutukan Tuhan dan 'adl dalam arti tebusan).

               Kalau dikatagorikan, ada beberapa  pengertian  yang  berkaitan dengan keadilan dalam al-Qur'an dari akar kata 'adl itu, yaitu sesuatu  yang  benar,  sikap yang  tidak  memihak,  penjagaan hak-hak   seseorang   dan  cara  yang  tepat dalam  mengambil keputusan  ("Hendaknya  kalian   menghukumi   atau  mengambil keputusan   atas   dasar   keadilan").   Secara   keseluruhan, pengertian-pengertian di atas  terkait  langsung  dengan  sisi keadilan,  yaitu sebagai  penjabaran  bentuk-bentuk  keadilan dalam kehidupan. Dari terkaitnya beberapa pengertian kata 'adl dengan  wawasan  atau  sisi keadilan secara langsung itu saja, sudah  tampak  dengan  jelas  betapa  porsi  "warna  keadilan" mendapat  tempat  dalam  al-Qur'an,  sehingga dapat dimengerti sikap  kelompok Mu'tazilah  dan  Syi'ah   untuk   menempatkan keadilan  ('adalah) sebagai salah satu dari lima prinsip utama al-Mabdi al-Khamsah.) dalam keyakinan atau akidah mereka.

               Kesimpulan  di  atas  juga  diperkuat  dengan  pengertian  dan dorongan al-Qur'an  agar  manusia  memenuhi  janji, tugas dan amanat yang dipikulnya, melindungi yang menderita,  lemah  dan kekurangan, merasakan solidaritas secara konkrit dengan sesame warga  masyarakat,  jujur  dalam  bersikap,  dan  seterusnya. Hal-hal yang ditentukan sebagai capaian yang harus diraih kaum Muslim  itu  menunjukkan  orientasi  yang  sangat  kuat   akar keadilan  dalam al-Qur'an. Demikian pula, wawasan keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro  dari  kehidupanwarga  masyarakat  secara  perorangan,  melainkan juga lingkungan makro kehidupan masyarakat itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut  bagi  kaum  Muslim  saja  tetapi  juga  mereka  yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi  sikap  adil  dalam urusan-urusan  mereka  belaka,  melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan keyakinan dan melaksanakan  ajaran agama masing-masing.

               Yang cukup menarik adalah dituangkannya kaitan langsung antara wawasan  atau  sisi  keadilan  oleh  al-Qur'an  dengan   upaya peningkatan kesejahteraan  dan  peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya dalam percaturan masyarakat, seperti yatim-piatu, kaum muskin, janda, wanita hamil atau yang baru saja mengalami perceraian. Juga sanak keluarga (dzawil qurba) yang memerlukan pertolongan sebagai  pengejawantahan  keadilan.  Orientasi  sekian  banyak "wajah  keadilan" dalam  wujud  konkrit itu ada yang berwatak karikatif maupun yang mengacu kepada transformasi sosial,  dan dengan demikian sedikit banyak berwatak straktural.

               Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan al-Qur'an itu adalah sifatnya  sebagai  perintah  agama,  bukan  sekedar sebagai  acuan etis atau dorongan moral belaka. Pelaksanaannya merupakan pemenuhan kewajiban agama, dan dengan demikian  akan diperhitungkan  dalam  amal  perbuatan seorang Muslim di hari perhitungan (yaum al-hisab) kelak.  Dengan  demikian, wawasan keadilan dalam al-Qur'an mudah sekali diterima sebagai sesuatu yang ideologis,  sebagaimana  terbukti  dari  revolusi   yang dibawakan  Ayatullah Khomeini  di  Iran.  Sudah  tentu dengan segenap bahaya-bahaya  yang ditimbulkannya,  karena  ternyata dalam  sejarah, keadilan ideologis cenderung membuahkan tirani yang mengingkari keadilan itu. Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal  ini, bahwa sifat dasar wawasan keadilan yang dikembangkan al-Qur'an ternyata bercorak mekanistik, kurang bercorak  reflektif. Ini mungkin  karena  "warna"  dari bentuk konkrit wawasan keadilan itu  adalah "warna"  hukum  agama,  sesuatu  yang  katakanlah legal-formalistik.

Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakuai dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, keurunan, dan agamanya. Hakikat keadilan dalam Pancasila, UUD 1945, dan GBHN, kata adil terdapat pada:
1. Pancasilayaitusilakeduadankelima
2. PembukaanUUD1945yaitualineaIIdanIV
3. GBHN 1999-2004 tentang visi
Keadilan berasal dari kata adil. Menurut W.J.S. Poerwodarminto kata adil berarti tidak berat sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang dan tidak memihak.
Pembagian keadilan menurut Aristoteles:
1. Keadilan Komutatif adalah perlakuan terhadap seseorang yang tidak melihat jasa-jasa yang   dilakukannya.
2. Keadilan Distributif adalah perlakuan terhadap seseorang sesuai dengan jasa-jasa yang telah dibuatnya.
3. Keadialn Kodrat Alam adalah memberi sesuatusesuai dengan yang diberikan orang lain kepada kita.
4. Keadilan Konvensional adalah seseorang yang telah menaati segala peraturang perundang-undangan yang telah diwajibkan.
5. Keadilan Menurut Teori Perbaikan adalah seseorang yang telah berusaha memulihkan nama baik orang lain yang telah tercemar
Pembagian keadilan menurut Plato:
1. Keadilan Moral, yaitu suatu perbuatan dapat dikatakan adila secara moral apabila telah mampu memberikan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajibannya.
2. Keadilan Prosedural, yaitu apabila seseorang telah mampu melaksanakan perbuatan adil berdasarkan tata cara yang telah diterapkan.
·                     Thomas Hobbes menjelaskan suatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan dengan perjanjian yang disepakati.
·                     Notonegoro, menambahkan keadilan legalitas atau keadilan hukum yaitu suatu keadan dikatakan adil jika sesuai ketentuan hukum yang berlangsung.

Pengertian Kejujuran


kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang itu menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada “perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang disebut dengan jujur.


Pengertian Kecurangan


               Menurut Kamus Bahasa Indonesia karangan WJS Purwadarminta, kecurangan berarti tidak jujur, tidak lurus hati, tidak adil dan keculasan (Karni, 2000:49). Didalam buku Black’s Law Dictionary yang dikutip oleh Tunggal (2001:2) dijelaskan satu definisi hukum dari kecurangan, yaitu berbagai macam alat yang dengan lihai dipakai dan dipergunakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan terhadap orang lain, dengan cara bujukan palsu atau dengan menutupi kebenaran, dan meliputi semua cara-cara mendadak, tipu daya (trick), kelicikan (cunning), mengelabui (dissembling), dan setiap cara tidak jujur, sehingga pihak orang lain bisa ditipu, dicurangi atau ditipu (cheated).

The Institute of Internal Auditor di Amerika mendefinisikan kecurangan mencakup suatu ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Ia dapat dilakukan untuk manfaat dan atau kerugian organisasi oleh orang di luar atau dalam organisasi


Pengertian Pembalasan


Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yangseimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang. Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya pergaulan yagn penuh kecurigaanmenimbulkan balasan yang tidak bersahabat pula. Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial.Dalam bergaul manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral,lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah perbuatan yang melanggar ataumemperkosa hak dan kewajiban manusia. Oleh karena itu manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahankan hak dan kewajibanitu adalah pembalasan.


Sumber : 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar